Quantcast
Channel: Bernard Batubara
Viewing all 402 articles
Browse latest View live

Di Garuda Wisnu Kencana, Menonton Kecak Api Ramayana

$
0
0
sementara geliat tubuh penari menyembunyikan angin sepi
kenangan dan duka bersetubuh bersama api bersama luka

aku lupa, sita, aku lupa di mana kutinggalkan cinta kita
hanya jejak ringkihnya telapak kutanggalkan semoga kau raba

punggungku sejarah lelaki, segenap riwayat yang enggan kau sentuh
aku tak ingat, sita, kapan terakhir kali tubuh kita lumpuh dalam peluh

sebab cerita mungkin berhenti pada sebuah gerak
pada jeda singkat di antara seribu cak, cak, cak!

sedangkan tatapanmu kian nyala terbaca sebagai perpisahan
cinta telah diculik hujan disekap di antara gelap awan-awan

tapi ingatan, sita, tak menjadi abu meski terbakar api
maka punggungmu tempat kuwariskan seluruh sunyi

2013

Menjelang Tidur

$
0
0
langit keriput sembunyi dalam matamu
segenap bintang nyala pada pejammu
tidak ada bulan sabit atau bulan separuh
apalah lagi purnama yang seribu pesona
seluruh luka telah luruh saja pada tubuh
dan kenangan adalah ruh adalah sukma
adalah perjalanan menuju duka yang baka
sedangkan mimpi hanya sejumput bunga tidur
aku menunggu kau jemput lalu kau menghambur
dalam hangat dekap dalam sebuah perangkap
dalam episode tak usai di permukaan kasur
lampu kamar telah redup, nasib diselesaikan
semoga kata-kata tak harus memaksa lahir
untuk dituliskan, semoga doa-doa tak menunggu
lebih lama lagi untuk diwujudkan, semoga luka-duka
tak perlu lebih jauh lagi
dibicarakan.

2013

Bukan Basah Hujan

$
0
0
bukan basah hujan begitu menakutkan, kekasih
tapi dingin kenangan betapa jauh sudah ia angkut

bukan basah hujan begitu meresahkan, kekasih
tapi rintik luka betapa ramai kini ia demikian deras

bukan basah hujan begitu memilukan, kekasih
tapi ingatan telah mengendap dan terbuka

dalam setiap
tempias

2013

Hujan Pulang

$
0
0
membaca hujan adalah sunyi
ketukan airnya serupa airmata

membaca mata adalah luka
airmata tumbuh begitu rimbun

membaca airmata adalah sayat
sebuah pulang sudah terlambat

2013

Adalah Hujan

$
0
0
di senyap sudut matamu
lahirlah danau kecil

langit biru di kelopak matamu
memeram awan hitam

tatapmu adalah hujan
mencium lapang tanah dadaku

bisikmu adalah hujan
gerimis di kering ingatanku

2013

MILANA Cetakan Kedua!

$
0
0



Saya baru tidur pukul tiga pagi dan terbangun oleh ketukan di pintu kamar pukul enam tiga puluh. Dengan mengucek mata dan bermalas-malasan, saya membuka pintu. Ternyata si pengetuk adalah ibu tetangga kos. Ia menyerahkan paket untuk saya. Saya mengucapkan terima kasih dan mengunci pintu kamar kembali, menyalakan lampu kamar untuk melihat paket tersebut.

Ternyata paket yang datang pagi ini adalah kiriman dari penerbit Gramedia. Isinya adalah buku MILANA cetakan kedua. Saya sudah menerima kabar tentang cetak ulang MILANA tapi kiriman bukunya baru tiba hari ini. Sambil mengucek mata lagi, saya melihat halaman depan MILANA. Tertulis "Cetakan kedua: Mei 2013" yang artinya cetak ulang kedua MILANA hanya berselang sebulan sejak cetakan pertamanya pada bulan April. WHOA! Alhamdulillah.

Terima kasih untuk para penunggu senja, pembaca MILANA, yang memungkinkan MILANA mengalami cetak ulang keduanya dengan begitu segera. Yang belum atau kesulitan menemukan MILANA di toko buku di kotanya, MILANA cetakan kedua akan segera didistribusikan dalam minggu-minggu ini. Selamat berburu lagi.

Terima kasih.

Ciao!



- Bara




Bintang

$
0
0
hanya kerlip cahaya
dari mayat waktu
menuju surga yang tiada aku
menuju hampa yang begitu Engkau

2013

Langit

$
0
0
jika ada tangga
untuk ragu-ragu menapak
di puncak yang sangat atas
bukanlah puisi

jika ada nasib
untuk ragu-ragu ditebak
di atap paling tinggi
bukanlah Mati

2013

Hujan

$
0
0
yang basah adalah
dahulu: mungkin rindu

yang basah adalah
kini: mungkin hari

yang basah adalah
nanti: mungkin sepi

yang basah adalah
tiada: mungkin Waktu

2013

Sajadah

$
0
0
sepasang telapak kaki bersetubuh dengan kaki sajadah
melekatkan kotor perjalanan, menular dan menelurkan dosa-dosa

sepasang lutut telah legam mengecup bisu bibir sajadah
menyampaikan sejarah dan garis pahala yang terputus

sepasang telapak tangan menelungkup di mata sajadah
melepaskan tangisan dan airmata dari masa kanak-kanak

sepucuk batang hidung tengah menghirup wangi sajadah
bermimpi indah surga tanpa adam dan tanpa hawa

sekerat dahi bertatap-sentuh dengan beku wajah sajadah
mengirim suara-suara liar dari gelap pikiran dan kenangan

sepotong sajadah terlentang menyambut seluruh tubuh
jika tidak kini, mungkin kelak di dalam mimpi tuhan mau

datang berlabuh

2013

Kopiah

$
0
0
"kepala manusia tak bisa menjadi embun," keluh kopiah
ia telah memeluk kepala-kepala, semenjak nasib masih

berupa bayi, dan dosa baru lahir mungkin diam-diam

"kepala manusia tak bisa menjadi daun," teriak kopiah
ia tidak mendengar ayat-ayat selain api berkobar

membakar warna-warna, dan tangis telah lama ditahan

"kepala manusia tak bisa menjadi sujud," bisik kopiah
ia ingin bunuh diri saja, tetapi tetaplah kepala-kepala

butuh pelindung dari tempias hujan
dari nyaringnya bisikan tuhan

2013

Sarung

$
0
0
doa-doa telah melingkar di sekeliling pinggang
mengukur seberapa jauh dosa sanggup tertumpas

"tidak, tuhan tidak pernah terburu-buru untukmu."

ayat-ayat merayap turun ke hangatnya pangkal paha
menelisik seberapa mungkin nasib dapat diteliti

"tidak, tuhan tidak sempat mampir di sana."

2013

Telekung

$
0
0
bagaimana jika samar takdir telah lama ditulis di atas dosa
tubuh sejak ujung jemari kaki adalah isyarat untuk mengarang

dongeng kelabu tentang neraka

bagaimana jika surga telah lama terkurung beribu tahun bisu
terperangkap pada sekujur tubuh pada pangkal paha, perut,

dan kerasnya batok kepala

bagaimana wajah mampu menjelma lambang-lambang suara
atau telapak tangan boleh bersalaman dengan anak-anak maksiat

anak-anak kembar dari pahala

bagaimana membungkus rakaat dalam tahajud yang fiksi belaka
hanya bersijingkat meniti rasa takut di sepertiga malam, rasa waspada

lewat salam ke haribaan tuhan
yang kadang ada, lebih sering

tiada

2013

Kasur

$
0
0
"maaf. saya sibuk sekali." kata tuan tuhan
suaraNya mengendap di bibir bantal kepala

aku rebahkan sebatang tubuh ini telah patah
seharian mencari kata-kata, menjadi mata-mata

aku robohkan jembatan maya dari mimpi dan dunia
sebab sekali waktu kita harus mengalah, atau menyerah

kata asisten tuan tuhan, "maaf. tuhan sedang sibuk."
suaranya bergema dalam alir pelan keringat dari penghujung puisi

aku pejamkan mata yang telah suntuk membaca garis nasib
sebatang guling empuk memeluk tubuhku sudah lama patah pula

aku gumamkan bukan mantra tetapi bagai penyair hendak menyahuti alam baka
sebab sekali waktu kita layak mengingat atau tidak sama sekali sempat mengingat

menyebut dan tidak menyebut, menyahut dan tidak menyahut macam-macam tanya

"nama kamu siapa?" tanya tuan tuhan sepulang dari rapat besar
aku rebahkan suaraku dalam melodi azan yang begitu samar

-- akhir dari akhirat

2013

Seprei

$
0
0
sepertinya kita butuh alas yang halus untuk menata ingatan
"man rabbuka?" siapakah nama yang menuntaskan suratan

sepertinya kita butuh kain untuk membungkus dosa demi dosa
atau biarkan saja mereka menjadi anak-anak diri yang tumbuh baik

"man rabbuka?"

kadangkala oleh Yang Maha aku terbungkus saja dalam kain itu
kadangkala kain itu membungkusku untuk dikirim ke Yang Maha

"man rabbuka?"

-- sungai kering dari dasar surga

2013

Tempias

$
0
0
sebelumnya aku pernah begitu mendamba ricikMu
kota-kota ini, tuan, adalah kota yang berasal dari senja

di dalam lembar-lembar kosong kitab suciMu
hangat, sebentar, melelehkan, dan melelahkan

tapi kematian terlahir sebagai harakat yang panjang
ia harus panjang pula diucapkan, ia terlampau jauh

namun menyala
demikian dekat
demikian terang

kota-kota ini tumbuh dari kealpaan, aku adalah napasMu
napasMu telah larut dalam hampa udara dalam doa-doa

sebelumnya aku pernah begitu mendamba ricikMu
sebelum engkau menjelma tempias yang hanya halus

namun amat basah

demikian lekat
demikian erat

2013

Tahajud

$
0
0
anak-anak kesunyian bergoyang di antara Kau dan aku
mungkin sesaat lagi kita akan terlibat dalam perseteruan

sudikah Tuan menjadi akrab kembali dengan diriku
sudikah Tuan mereka-ulang kembali cerita muasalku

tidak perlu sepertiga malam untuk menggelar jantung
ke hadapan sepi yang engkau miliki, ya, ya, memang

tetapi perlu waktu semacam ini untuk melenyapkan diri
ke dalam pukau sinar rembulan menari di kepalaku

sudikah Tuan lebih mendekat lagi ke hulu-hulu nadiku
sudikah Tuan lebih jauh lagi menyadap luka di celah dukaku

tidak harus keheningan ini merampas muasal percakapan
kita, tidak harus kesiur angin dini hari menyamarkan engkau

tetapi sudah sedekat ini denyut suara dari tempatMu
tetapi sudah sejauh ini aku terperosok ke dasar

jurangMu

2013

Subuh

$
0
0
kesepian melahirkan bayi-bayinya di ujung mataku
tidak sempat tertahan meski telah tumbuh fajar itu

"assalatu khairum minan naum." satu-dua ekor kambing
bersetubuh dengan ruhku, aku sendiri masih tertawa-tawa

di dalam mimpi, entah menertawai siapa atau hanya apa

satu-dua ekor angsa peliharaan bapakku berjalan keluar
dari kandang, satu-dua ekor rasa takut aku dan bukan aku

mendekam di balik jeruji yang amat basah, wudhukan aku

"lebih baik apa, katamu?" satu-dua butir embun menguap
atau pecah di ujung daun, "daripada apa, katamu?"

satu-dua patah ranting
bergemeretak
di palung
jantungku

2013

Dzuhur

$
0
0
tidakkah kota ini telah mengubahmu menjadi kotak televisi
kau menyaksikan dirimu sendiri, lahir lalu mati lalu terlahir

menjadi siang yang selalu curiga pada kealpaan matahari
sungguh Kami awan-awan menggantung jauh di atasmu

telah siap menumpahkan hujan ke telapak tanganmu

tidakkah kota ini telah mencegahmu menengadah lagi
begitu panasnya Kami hingga membuatmu amat sibuk

menjadi saluran-saluran televisi yang menonton diri sendiri
sungguh Kami adalah mendung yang telah amat kau rindu

tetapi kota ini telah menyibukkanmu, dan pukul satu atau
satu jam sebelumnya, atau satu jam lagi yang setelahnya

Kami adalah basah yang kau rasakan dalam tidurmu
tidakkah kau sering mencoba untuk kabur saja dariKu?

2013

Asar

$
0
0
gambarlah Kami mungkin sebagai cuaca petang yang kaku
asal tidak lagi wajahmu yang hanya sebiru pipi lautan

mungkin Kami kini merupa ombak, atau hanya buihnya belaka
mungkin sebatas hasrat paha-paha pantai yang rindu akan luka

gambarlah Kami mungkin burung-burung pembawa amis darah
yang melayang mengangkut kabar bahagia dari surga untukmu

asal tidak kausalahpahami sebagai wahyu yang amat agung
dan kau memekikkannya sembari mengubahnya jadi mayat-mayat

mungkin Kami kini merupa kesiur angin, atau hanya rongga udara
mungkin sebatas lembut tepukan perlahan di dagu atau telingamu

asal tidak lagi wajahmu yang hanya mampu kaubakar
sembari meneriakkan wahyu dan samarnya kabarKu

2013
Viewing all 402 articles
Browse latest View live