Sebelum bertemu dengan cerita-cerita pendek Etgar Keret, saya belum pernah sekalipun membaca karya penulis dari Israel. Dari Jepang, saya membaca Haruki Murakami, Natsume Soseki, dan Yasunari Kawabata; dari Jerman saya membaca Hermann Hesse; dari Amerika Latin saya membaca Gabriel Garcia Marquez dan Mario Vargas Llosa; tapi belum pernah saya membaca karya penulis Israel. Fakta bahwa negara tersebut termasuk salah satu negara yang memiliki kisah paling menarik (sejarah maupun konfliknya), membuat saya bertanya-tanya kepada diri sendiri mengapa belum pernah satu kali pun sepanjang sejarah membaca saya, saya membaca karya penulis yang berasal dari sana. Tetapi, syukurlah, setelah suatu hari melihat namanya disebut dalam percakapan singkat di Twitter bersama dua orang teman penulis sebaya, akhirnya saya mencari dan menemui karya-karya Etgar Keret.
Pertemuan pertama saya dengan karya Etgar Keret adalah cerita pendek berjudul “Creative Writing”. Saya membacanya di The New Yorker. Saya sudah agak lupa bagaimana isinya. Lebih-kurangnya, cerita itu mengisahkan sepasang suami-istri yang mengikuti kelas penulisan kreatif pada saat pernikahan mereka sedang bermasalah. Yang jelas, saya ingat cerita itu lucu, agak aneh, dan menyenangkan. Begitulah kesan pertama saya terhadap Etgar Keret: lucu, aneh, dan menyenangkan. Dan itu lebih dari cukup bagi saya untuk mencari karya-karyanya yang lain.
Namun, saya harus menunda rasa bersemangat saya, karena setelah pergi ke beberapa toko buku impor yang biasanya saya datangi, saya tidak dapat menemukan satu pun buku Keret. Syukurlah, seorang teman penulis mengirimi saya e-book tiga karya Keret: Suddenly, A Knock on the Door, The Nimrod Flip Out, dan The Girl on the Fridge. Tapi karena saya belum terbiasa membaca e-book, mereka pun hanya berakhir sebagai file yang tidak pernah saya sentuh. Hanya satu kali saya membaca The Girl on the Fridge versi e-book dan, meski saya menyukainya cerita yang saya baca kala itu, saya tak meneruskan membacanya.
Akhirnya, lewat suatu toko buku daring yang sempat mengumumkan bahwa mereka dapat mencarikan buku-buku yang ingin dicari oleh pelanggannya, saya mencoba peruntungan: saya memesan kepada mereka buku-buku Etgar Keret yang saya tahu. Mereka hanya dapat menemukan The Girl on the Fridge dan buku Keret yang paling baru, The Seven Good Years: A Memoir. Saya memutuskan hanya membeli The Girl on the Fridge. Ketika buku itu telah saya pegang, tidak dapat menahan rasa penasaran, saya langsung membacanya.
Seperti kebanyakan karya Etgar Keret, The Girl on the Fridge merupakan kumpulan cerita pendek. Cerita-cerita yang ia tulis berukuran super-pendek, hanya sepanjang kira-kira 500-700 kata. Dalam buku, itu biasanya berarti tiga sampai empat halaman. Itu pun sudah yang paling panjang. Kebanyakan hanya satu sampai dua halaman. Saya teringat kepada cerita-cerita pendek para penulis Amerika Latin. Beberapa bulan sebelumnya, saya membaca antologi cerita pendek Amerika Latin versi terjemahan bahasa Indonesia oleh Ronny Agustinus, berjudul Matinya Burung-Burung. Buku yang bagus sekali. Membaca cerita-cerita pendek Etgar Keret di The Girl on The Fridge membuat saya teringat kepada buku tersebut.
Dan, seperti cerita-cerita super-pendek para penulis Amerika Latin pula, cerita-cerita Etgar Keret kocak dan satir. Ia tidak hanya menulis hal-hal yang terjadi di Israel, tapi juga kadang-kadang menulis tentang cinta dan rumah tangga. Salah satu favorit saya adalah cerita pendeknya berjudul Crazy Glue dan Nothing. Yang pertama tentang seorang istri yang merekatkan telapak kakinya ke langit-langit rumah menggunakan lem dan yang terakhir tentang seorang perempuan yang memiliki kekasih seorang ‘nothing’. Selain kocak dan satir, beberapa cerita pendek Etgar Keret juga bernuansa sureal. Hal lain lagi yang menyenangkan.
Saya kerap iri pada penulis-penulis yang memiliki selera humor bagus. Mereka dapat menulis sesuatu yang penting dan membuat pembacanya berpikir sembari tidak lupa membuat kita tertawa. Saya kira itu hal yang amat sulit dilakukan: membuat orang lain berpikir sekaligus tertawa, atau tertawa sekaligus berpikir. Ketika menyebut soal humor, saya teringat pada Milan Kundera. Humor adalah satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari penulis Ceko yang kini tinggal di Prancis itu. Kini, setelah membaca The Girl on the Fridge, ada nama lain yang mendekam dalam kepala saya ketika saya membicarakan rasa iri terhadap penulis-penulis yang memiliki selera humor bagus: Etgar Keret.
Pilihan bentuk super-pendek dan kadang-kadang nyaris seperti flash-fiction yang diambil Etgar Keret pada banyak karyanya tidak lantas memunculkan rasa tidak puas saat membaca cerita-cerita pendeknya, melainkan sebaliknya. Ruang yang amat sempit membuat Keret menyampaikan gagasannya dengan amat efektif. Ia dapat menyampaikan satu hal hanya dalam beberapa paragraf, yang oleh penulis lain sekaliber dirinya bahkan di atasnya, barangkali membutuhkan puluhan hingga ratusan halaman. Keefektifan berucap inilah yang dimiliki Keret, selain karakter-karakter yang juga amat unik dan terkadang, ya, aneh.
Selain melontarkan ingatan saya pada cerita-cerita super-pendek dari para penulis Amerika Latin, cerita-cerita pendek Etgar Keret juga mengingatkan saya pada seorang penulis lain yang juga saya sukai: Junot Díaz. Ia penulis asal Republik Dominika. Favorit saya darinya tentu saja novel The Brief Wondrous Life of Oscar Wao. Walaupun kumpulan cerita pendeknya This Is How You Lose Her juga menarik, tapi tidak cukup mengalahkan kekaguman saya terhadap novelnya yang meraih Pulitzer Prize itu. Yang membuat saya teringat pada Junot Díaz adalah cara berbahasa Etgar Keret dalam cerita-ceritanya: simpel, bergaya slang, dan penuh umpatan. Mereka juga memiliki selera humor dan cara pandang terhadap dunia yang mirip-mirip. Mereka menertawai dan membuat lelucon atas hal-hal serius dalam kehidupan mereka sendiri, atau lingkungan sekitarnya. Saya bahkan merasa bila Junot Díaz terlahir sebagai seorang Yahudi di Israel, maka ia akan menjadi Etgar Keret. Atau sebaliknya.
Perkenalan dengan Etgar Keret adalah perkenalan yang sangat menyenangkan. Saya hanya butuh waktu dua malam untuk selesai membaca The Girl on the Fridge. Caranya bercerita unik dan tidak terasa dirancang-rancang. Seolah-olah keanehan, surealisme, dan kenyelenehan cara pandang dalam narasi, dialog, maupun karakter-karakter pada cerita-ceritanya merupakan hal alamiah yang telah ia miliki sejak bayi. Saya berharap dapat membaca buku-buku Etgar Keret yang lain. Saya juga berharap dapat menemukan lebih banyak lagi penulis seperti Etgar Keret. Penulis yang lucu, aneh, dan menyenangkan. ***