Di tengah-tengah hiruk-pikuk percakapan dan bukan percakapan tentang politik, dalam rangka menjelang pemilihan presiden Indonesia yang baru, saya melewatkannya dengan membaca buku yang sudah sejak lama ingin saya baca namun baru sempat membacanya beberapa hari yang lalu. Dan, ketika membacanya, hanya satu kata yang secara spontan meluncur dari mulut saya: ngeri.
1984 adalah sebuah novel distopia yang ditulis oleh George Orwell, pengarang berkebangsaan Inggris yang juga peraih Nobel Kesusastraan. 1984 terbit pertama kali pada tahun 1949. Lewat 1984, Orwell menulis semacam ramalan akan kondisi Inggris kurang-lebih empat puluh tahun mendatang. Pernah dengar istilah “The Big Brother”? Kalau pernah, maka kamu perlu tahu bahwa istilah tersebut diciptakan oleh Orwell di dalam novelnya, 1984.
Tokoh utama dalam 1984 adalah seorang pria berusia tiga puluhan tahun, mendekati empat puluh, bernama Winston Smith. Ia bekerja di “Ministry of Truth”, di dalam Departemen Rekaman atau Records Department. Tugasnya? To alter the truth, to erase the past, and to create the new present. Sehari-harinya, Winston mengubah isi pidato, pernyataan-pernyataan pemerintah, isi majalah, dan arsip-arsip lain sesuai dengan instruksi dari Party (Partai). Untuk tujuan apa? Ini yang mengerikan. Yakni, agar rakyat tidak mengetahui bagaimana kehidupan mereka sebelum Revolusi, dan kehilangan petunjuk tentang mana yang benar dan mana yang salah, mana yang bohong dan mana yang nyata. Oleh Partai, kenyataan terus-menerus diubah dan dibentuk, sehingga kenyataan yang diterima oleh rakyat adalah kenyataan versi Partai, bukan kenyataan yang sebenarnya.
Oleh Partai, sejarah diubah, secara terus-menerus, setiap hari.
Winston mengetahui hal tersebut dengan persis, sebab dia lah yang melakukannya, mengubah seluruh rekaman, catatan, dan sejarah. Dia merasa cemas sebab lama-kelamaan dia merasa apa yang dilakukannya adalah tidak benar dan pikirannya selalu terusik oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana sebetulnya kehidupan mereka sebelum Revolusi? Winston tidak bisa mengingat kehidupan mereka sebelum Revolusi, sebab masa lalu telah diubah dan diganti dengan masa lalu yang baru.
Pemerintah di bawah pimpinan The Big Brother, dilaksanakan oleh Partai Outer Party (Partai Luar) dan Inner Party (Partai Dalam). Partai Luar berisikan orang-orang dari rakyat biasa yang direkrut karena memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas pemerintahan, sementara Partai Dalam adalah orang-orang pemerintahan inti yang langsung “berhubungan” dengan instruksi dari The Big Brother. Rakyat di luar partai disebut dengan nama The Proles, singkatan dari proletarians.
Rakyat telah kehilangan jejak atas sejarah karena pekerjaan yang dilakukan oleh Winston dan karyawan lain di dalam pemerintahan. Kehidupan diatur, diawasi, dan diarahkan sepenuhnya oleh negara. Lewat kehadiran The Thought Police (Polisi Pikiran) dan mesin bernama telescreen (saya membayangkannya semacam kamera cctv, namun yang ini bisa mendeteksi ekspresi dan gestur Anda), gerak-gerik setiap orang diperhatikan. Anda tidak boleh melakukan hal-hal sekecil apapun yang dipandang mencurigakan, jika tidak Anda langsung ditangkap oleh Thought Police dan dihilangkan. Di dala 1984, istilahnya adalah vaporized.
Tentu kita tidak asing dengan istilah tersebut: dihilangkan. Bagaimana pada suatu masa, Indonesia pun pernah mengalami peristiwa-meminjam istilah Winston-vaporizing. “Penguapan” orang.Kebebasan berpendapat dipasung oleh kehadiran Thought Police dan telescreen. Jika ada suara-suara miring terhadap pemerintah, orang yang memiliki suara-suara miring tersebut bisa dipastikan tidak akan berumur panjang. Bukan hanya Oceania dalam 1984, tapi Indonesia juga pernah mengalami itu. Negara adem ayem bukan karena penduduknya memang adem ayem, namun karena mulut mereka dibungkam dan jika mereka sedikit saja membuka mulut, mereka akan diuapkan, dilenyapkan.
Sungguh ngeri melihat dunia yang digambarkan oleh Orwell dalam 1984. Dengan apik, Orwell telah membuat cerita yang bikin bergidik. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana hidup di dunia yang seluruhnya diatur oleh negara. Tidak boleh ada “penyelewengan”. Oleh negara, rakyat dipaksa untuk lahir, hidup, tumbuh, bekerja, menua, dan mati. Tidak ada perjuangan, perlawanan, dan hal-hal lain di luar jalur yang sudah dituliskan oleh negara.
Untuk apa negara (atau dalam hal ini, Partai) melakukan itu? Tentu saja, kata O’ Brien, untuk melanggenggkan kekuasaan. Winston bertemu O’ Brien pada saat menyanyikan lagu kebencian yang ditujukan kepada Goldstein, pemimpin pergerakan oposisi pemerintah. Secara instingtif, Winston merasa O’ Brien memikirkan apa yang ia pikirkan. O’ Brien sadar dan tahu bahwa kondisi mereka tidak seharusnya seperti ini. Winston merasa, O’ Brien memiliki pikiran seperti dirinya: bahwa Partai harus dilawan dan diruntuhkan.
Namun, malangnya nasib Winston ketika mengetahui ternyata O’ Brien yang ia pikir adalah seorang rekan, ternyata merupakan anggota inti Partai yang sudah lama mengawasi gerak-gerik Winston (menurut O’ Brien, selama tujuh tahun ia sudah memperhatikan Winston dan bibit-bibit perlawanan dan penyelewengan yang mulai tumbuh di dalam dirinya). Winston dan pacarnya, Julia (Julia bekerja di Departemen Fiksi, tugasnya adalah mengubah isi novel agar novel-novel yang dibaca oleh rakyat adalah novel-novel yang membawa pesan-pesan The Big Brother atau Partai) ditangkap oleh Mr. Carrington yang pada awalnya memberi mereka tempat untuk bertemu dan bercinta, namun ternyata ia adalah seorang anggota Polisi Pikiran. Winston dan Julia ditangkap dan dipisahkan. Di penjara, Winston bertemu O’ Brien. Julia, tidak jelas bagaimana nasibnya.
Di penjara, Winston mengalami penyiksaan yang berlangsung selama berhari-hari, berminggu-berminggu, bahkan berbulan-bulan. Seperti yang dirasakan oleh Winston, mustahil untuk mengetahui berapa lama waktu telah berlalu. Ia bahkan tidak tahu apakah hari sedang malam atau sedang siang. Yang dia tahu tubuhnya ditendang, dipukul, disetrum, dan begitu berulang-ulang, setiap hari, setiap saat. Winston diminta untuk mengakui kejahatan-kejahatan yang dituduhkan kepadanya: pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Winston, mengetahui bahwa tidak ada hal lain yang dapat dia lakukan, mengakui semua tuduhan itu. Asalkan baginya di dalam pikiran ia tetap tidak mengakuinya. O’ Brien, yang melihat kebohongan dalam pengakuan Winston, terus menyiksa Winston hingga akhirnya Winston menerima dengan sepenuh hati dan pikiran doktrin-doktrin Partai yang disuntikkan oleh O’ Brien.
Tidakkah penculikan, penghilangan, dan penyiksaan ini terasa familier di telinga kita? Apakah yang terlintas di kepala Anda ketika mendengar kata-kata tersebut? Saya ulang sekali lagi: penculikan, penghilangan, penyiksaan.
Penculikan.
Penghilangan.
Penyiksaan.
Adakah sesuatu yang teringat oleh Anda?
Simpan sendiri, dalam hati dan dalam pikiran. Terutama di dalam hati. Sebab bisa jadi saat ini Anda sedang diawasi oleh Polisi Pikiran dan di sudut-sudut kamar Anda tersembunyi telescreen yang mengamati gerak-gerik Anda. Bisa jadi, jika Anda tidak hati-hati, keesokan paginya Anda sudah terbangun di sebuah tempat antah-berantah dengan badan memar-memar dan wajah dan kepala yang mengucurkan darah. Bisa jadi.
Dan bisa jadi pula, apa yang ditulis oleh George Orwell di 1984 yang bukunya sudah hampir 70 tahun ini kembali terulang dan terjadi di Indonesia, jika Anda tidak memilih pemerintahan yang benar pada pemilu yang akan dilangsungkan sebentar lagi.
Bisa jadi. ***