Orang-orang skeptis sesungguhnya adalah orang-orang optimis yang pernah dikecewakan. Saya membaca kalimat itu di internet dan setelah melihat sembari sedikit mempelajari orang-orang di dunia maya yang terlihat skeptis, atau sinis, saya merasa ada kebenaran dalam kalimat tersebut. Membaca cerita-cerita pendek Anton Chekhov dalam kumpulan Ruang Inap No.6 adalah bertemu dengan orang-orang skeptis, bahkan putus asa. Orang-orang skeptis sebetulnya masih memiliki keyakinan meski secuil, tetapi orang-orang putus asa betul-betul telah melepaskan harapannya pada apapun di dunia.
Tidak seluruh cerita dalam buku Ruang Inap No.6 memperlihatkan tokoh-tokoh yang putus asa, tapi hal tersebut kentara terpancar di dalam dua cerita yang panjangnya nyaris seukuran sebuah novelet. “Ruang Inap No. 6” dan “Riwayat yang Membosankan” menjadi cerita pembuka dalam kumpulan ini dan mereka menyampaikan keputusasaan dengan nuansa yang terasa depresif lagi kelam.
Tujuh cerita lainnya, “Pertaruhan”, “Manusia dalam Kotak”, “Bunglon”, “Wanita dengan Anjing”, “Karya Seni”, “Roman dengan Kontrabas”, dan “Bintara Prishibeyev” kebanyakan bernada lucu dengan pengecualian pada cerita “Wanita dengan Anjing” yang memiliki petunjuk akan hadirnya sebentuk tragedi.
Kita mulai dengan keputusasaan dalam “Ruang Inap No. 6”. Cerita ini sebagian besar berlangsung di semacam rumah sakit jiwa. Ruang inap yang disebut di dalam judul merupakan nama salah satu bangsal di rumah sakit itu. Isinya tentu orang-orang yang dianggap memiliki kelainan jiwa. Dua tokoh sentral dalam cerita itu adalah dua laki-laki bernama Ivan Dmitrich dan Andrei Yefimich-yang pertama disebut pasien, satunya lagi dokter.
Ivan Dmitrich orang terpelajar yang mengidap semacam paranoid dan ia dijebloskan ke Ruang Inap No. 6 karena hal tersebut, sementara Andrei Yefimich adalah orang putus asa yang kelak kita sorot, seorang dokter yang menemukan bahwa eksistensi manusia di dunia ini tak memiliki makna apapun dan sia-sia. Suatu ketika mereka pun bertemu, dan ternyata Andrei Yefimich yang tak pernah dibikin gumun oleh apapun karena ia tak memiliki asa terhadap apapun, tiba-tiba melihat ketertarikan mendalam pada dirinya saat ia berbicara dengan Ivan.
Dalam banyak hal, Ivan Dmitrich memiliki jalan pikiran bertolakbelakang Andrei, tetapi ini yang membuat Dokter Andrei tertarik. Andrei dibikin tertarik oleh Ivan ketika lelaki pengidap paranoid itu bicara tentang kesengsaraan hidup dan rasa sakit. “Rasa dingin, seperti rasa nyeri lain, bisa tidak dirasakan,” kata Andrei, “Anda bisa mengabaikannya.” Tetapi dengan berang Ivan Dmitrich menyergah Andrei. “Saya sekumpulan jaringan organis buatan Tuhan, dan jaringan tersebut wajib bereaksi terhadap setiap rangsangan. Dan saya bereaksi!” serunya. Dialog Ivan Dmitrich dan Andrei Yefimich saya kira adalah dialog terbaik kedua yang pernah saya baca setelah percakapan Alyosha Karamazov dan Ivan Karamazov dalam The Brothers Karamazov, Fyodor Dostoyevsky.
Kembali soal keputusasaan.
Andrei Yefimich putus asa pada banyak hal di dunia, salah satunya makna keberadaan manusia yang ia pandang nihil, sebagai buah dari kejengkelannya atas banyaknya manusia yang terlalu gemar mengurusi hal remeh-temeh dan tidak memikirkan persoalan-persoalan substansial (tentang kejengkelan seperti ini muncul di banyak cerita Chekhov). Orang-orang tidak ada yang sepintar Andrei, tidak ada yang bisa Andrei ajak bicara tentang makna eksistensi, filsafat, dan hal besar mendalam lainnya. Banyak sekali orang bodoh dan terlalu sedikit orang berilmu, begitu pikir Andrei, dan ia tampak stres sekali karenanya. Lama-kelamaan ia putus asa dan keputusasaannya tidak lagi mengarah hanya pada ketidakmampuan manusia berpikir sedalam dirinya, tetapi juga pada makna secara umum apa artinya mereka ini, termasuk dirinya, diciptakan di dunia yang begitu-begitu saja.
Profesor Nikolai Stepanovich dalam cerita “Riwayat yang Membosankan” adalah manifestasi keputusasaan yang berikutnya. Ia punya istri yang setiap pagi masuk ke kamar hanya untuk membahas hal remeh-temeh. Ia punya anak perempuan yang berpacaran dengan orang yang ia anggap tak setara ilmu dan pemikirannya menurut standarnya. Tetapi seperti kehadiran Ivan Dmitrich dalam “Ruang Inap No. 6”, ada sosok yang masih memantik ketertarikan Nikolai Stepanovich, kali ini seorang perempuan bernama Katya, yang merupakan anak asuh Nikolai, tetapi sangat dimusuhi oleh anak-istri Nikolai.
Bagaimana soal keputusasaan Profesor Nikolai? Tidak jauh beda penyebabnya dengan yang terjadi pada Dokter Andrei, yakni soal tidak adanya orang-orang dalam hidup mereka yang memiliki pemikiran seperti mereka-rumit, dalam, dan substansial. Hidup tak lagi ada artinya, seolah-olah sang profesor mengeluh demikian, sebab kehidupan semata tentang suatu nonsens bergerak menuju nonsens yang lain, tanpa henti dan tanpa makna khusus, begitu saja dan begitu seterusnya. Tidak ada bedanya mati atau hidup, sembuh atau sakit, berumur pendek atau panjang, terkenal atau terkucil, sukses atau melarat, berilmu atau bodoh-semuanya sama saja, semuanya akan “…ditakdirkan menjadi tanah dan pada akhirnya mendingin bersama kerak bumi.”
Pertanyaan-pertanyaan mengenai kekekalan dan makna keberadaan manusia di dunia menjadi penyebab terbesar keputusasaan tokoh-tokoh dalam cerita-cerita pendek Anton Chekhov. Pada cerita-ceritanya yang lain, seperti misalnya dalam kumpulan Pengakuan, ia lebih banyak protes dan memaki praktik busuk korupsi, kolusi, dan nepotisme yang ia lihat menjadi pemicu rusaknya peradaban Rusia (meski setelah membacanya kita tentu saja tahu hal tersebut tidak cuma berlaku di sana), sedangkan dalam kumpulan Ruang Inap No. 6, sedikit sekali ia bicara mengenai hal-hal tersebut, tetapi ia masuk lebih dalam lagi.
Walaupun terasa depresif, seperti pemikir pada umumnya, Anton Chekhov juga masih memiliki selera humor. Cerita “Bunglon” menampilkan sosok aparat yang berubah-ubah sikapnya atas sesuatu bergantung pada kepentingan hal yang sedang ia tangani, secara implisit menyindir ketidaktegasan dan sifat penjilat; “Karya Seni” tentang benda seni yang dioper dari satu tangan ke tangan lain karena ia terlalu vulgar; “Roman dengan Kontrabas” yang bernuansa roman klasik berkisah tentang pria musisi dan seorang puteri raja yang terjebak dalam situasi konyol, membikin tertawa geli; “Bintara Prishibeyev” tentang aparat yang kaku terhadap hukum dan norma yang membuat dirinya justru diadili. Kisah cinta dalam “Wanita dengan Anjing” terasa seperti roman Rusia umumnya. Sementara “Manusia dalam Kotak” menyinggung keterkungkungan manusia di dalam perangkap tembus pandang yang mereka buat sendiri demi kenyamanan dan jaminan hidup-membahas secara halus namun tajam tentang idealisme di tengah-tengah kebutuhan realitas kehidupan sehari-hari.
Orang-orang yang putus asa dalam cerita-cerita depresif Anton Chekhov adalah orang-orang pintar. Mereka memikirkan teramat dalam akan hal-hal substansial mengenai manusia, kehidupan, kematian, Tuhan, dan seterusnya. Tetapi seringkali terlihat bahwa orang-orang pintar ini tidak bahagia, atau setidak-tidaknya sulit sekali merasa bahagia. Mungkin itu sebabnya kebanyakan orang gila justru terlihat lebih bahagia ketimbang mereka yang waras-orang gila tidak capek-capek memikirkan makna keberadaan manusia, penciptaan, dan tetek-bengeknya. Semakin berpikir, semakin kita tidak bahagia.
Tokoh-tokoh Chekhov yang putus asa menunjukkan kenyataan pahit bahwa situasi dunia telah sebegitu buruknya dan keputusan-keputusan Tuhan sebegitu misteriusnya sehingga jikalau manusia ingin dapat merasakan bahagia, manusia perlu untuk tidak memikirkannya. ***