Gen, kata Siddhartha Mukherjee dalam bukunya, The Gene, adalah salah satu gagasan yang mengguncang tatanan dan paling berbahaya sepanjang sejarah dunia sains. Kesimpulannya bukan tanpa alasan. Tiga penemuan gagasan fundamental di dunia sains yang bermunculan sepanjang abad ke-20: atom, bit, dan gen, lahir sebagai konsep ilmiah yang abstrak, tetapi berkembang menjadi invasi tersendiri ke dalam diskursus manusia dan mengubah struktur sosial, politik, bahkan bahasa.
Kita sering mendengar dan mengucapkan kata "individu" tetapi mungkin jarang memikirkan apa yang dimaksud dengan kata tersebut. Individu berarti sesuatu yang tidak bisa dibagi lagi: indivisible. Pertanyaannya adalah pada tataran apa diri kita tidak bisa dibagi lagi? Jika seseorang cukup gila menetak lehermu sampai putusmu maka tubuhmu akan terbagi dua. Jadi hal apa yang terdapat di dalam diri kita yang tidak dapat dibagi menjadi lebih kecil?
Jawabannya adalah gen. Gen adalah unit informasi terkecil makhluk hidup yang tidak dapat dibagi lagi. Tersusun atas rantai basa nitrogen dengan komposisi huruf yang terkenal: A, C, G, T (atau U), gen menyimpan seluruh informasi yang diterjemahkan menjadi rangkaian protein, yang kemudian menyusun segala hal di tubuh kita: mekanisme biokimia, sistem organ, dan ciri fisik. Jika seluruh benda di dunia ini tersusun dari partikel atom, maka tubuh kita terdiri atas gen.
Siddhartha Mukherjee, onkolog asal India-Amerika menulis buku yang sangat bagus tentang gen. The Gene bukan hanya buku yang menjelaskan secara komperehensif apa itu gen, tetapi memaparkan secara kronologis sejarah penemuan termasuk kisah-kisah ilmuwan yang mempelajarinya. The Gene tidak hanya menyajikan sejarah dan masa kini gen tetapi juga spekulasi menarik tetang masa depan gen, yang tentu saja akan mempengaruhi masa depan kita.
Seperti tagline yang tercantum di sampul, an intimate history, The Gene betul-betul buku sejarah yang terasa intim. Semua hal yang disampaikan Siddhartha Mukherjee mengenai gen tidak terkesan seperti materi kuliah yang berjarak dan sulit dipahami. Ketika ia menceritakan ilmuwan-ilmuwan yang bekerja di dunia Biologi dan mempelajari gen, ia juga menyisipkan sepenggal kisah hidup mereka. Sosok-sosok yang terlibat langsung maupun tidak di dunia genetika dihidupkan dalam adegan-adegan yang membuat kita merasa seperti sedang menonton film Hollywood.
Bagian pembuka The Gene bahkan dimulai dengan kisah pribadi penulisnya. Dokter Mukherjee menulis prolog tentang bagaimana ia dan ayahnya menghampiri Moni, sepupu Dokter Mukherjee, yang dirawat di rumah sakit jiwa. Jagu dan Rajesh, anggota keluarga mereka yang lain, juga mengidap kelainan jiwa. Dalam suatu wawancara di Youtube, Siddhartha Mukherjee mengaku bahwa riwayat anggota keluarganya itu menjadi salah satu alasan yang mendorong ia untuk mempelajari dunia medis.
Di samping cakupan informasi yang luas, merentang dari periode Charles Darwin dengan teori evolusi hingga ilmuwan-ilmuwan Biologi modern yang membahas nasib umat manusia pasca-genom, yang paling istimewa dari buku The Gene adalah bagaimana ia dituturkan. Elemen-elemen yang biasanya ditemukan di karya fiksi: penokohan, alur, deskripsi, bahkan dialog, menjadi kunci Siddhartha Mukherjee menyajikan ilmu genetika dalam bentuknya yang paling intim.
Menemukan kutipan dari Albert Camus, Haruki Murakami, dan George Orwell, tidak begitu sulit menebak kalau Siddhartha Mukherjee adalah dokter ahli kanker yang juga pencinta karya sastra. Ia menulis buku ilmiah dengan insting seorang novelis. Ia menyusun informasi dari seluruh aspek dunia genetika dalam kurva dramaturgi yang membuat kita mengantisipasi kejadian, menahan napas, dan merasa sedih saat tiba di bagian yang menggugah. Perhatikan penggalan paragraf The Gene ini ketika Siddhartha Mukherjee sedang berada di sebuah konferensi ilmiah yang membahas tentang genom:
...The bell chimed, and the geneticists returned to the auditorium to contemplate the future's future. Erika's mother wheeled her out of the conference center. I waved to her, but she did not notice me. As I entered the building, I saw her crossing the parking lot in her wheelchair, her scarf billowing in the wind behind her, like an epilogue.
Ada banyak hal yang diceritakan tentang gen di buku The Gene, tapi mungkin yang paling menarik adalah pertanyaan tentang masa depan manusia pasca-genom. Saat ini hampir seluruh genom manusia telah dapat dibaca. Teknologi untuk membaca genom memungkinkan kita melakukan banyak hal terhadapnya, termasuk mengubahnya. Apa yang terjadi ketika komputer memahami instruksi yang ditulis untuk menciptakan dirinya?
Apa yang akan kita lakukan ketika kita dapat mengubah kode pembentuk diri kita? Apakah kita akan mengubahnya demi menjadi lebih sehat, lebih baik... lebih sempurna? Apa yang terjadi ketika manusia bisa mengubah bahan penyusun dasar dirinya? Apa manusia yang gennya telah dimodifikasi masih dapat menyebut dirinya manusia? Tatanan masyarakat macam apa yang bisa lahir dari kelompok manusia yang telah mengubah dirinya menjadi sesuatu yang bisa kita namai, katakanlah, pasca-manusia?
Yang paling menarik adalah bahwa pertanyaan-pertanyaan barusan bukan premis untuk sebuah novel fiksi ilmiah. Ilmu tentang genom adalah sesuatu yang nyata. Pembacaan genom telah rampung dilakukan. Modifikasi manusia pada tataran genetik sudah berjalan. Masa depan yang belum terbayangkan telah hadir begitu dekat dan intim, seintim sejarah genetika yang disajikan apik dalam buku The Gene.