Quantcast
Channel: Bernard Batubara
Viewing all articles
Browse latest Browse all 402

Mencintai dan Mempercayai

$
0
0


Ini adalah bagian keenam atau terakhir dari cerita estafet berjudul HOME yang ditulis oleh enam orang berbeda dalam rangka mengikuti lomba menulis berantai kompetisi Love Cycle dari GagasMedia. Baca tulisan-tulisan sebelumnya di sini: Home - Part 1 (oleh Falen Pratama), Home - Part 2 (oleh Nikmal Abdul), Home - Part 3 (oleh Rabbani Rhi), Home - Part 4 (oleh Erina Erin), dan Home - Part 5 (oleh Fara Aulias).


HOME - Part 6



Orang yang sangat curigaan sama pacarnya, biasanya karena dia pernah punya pengalaman buruk di masa lalu.

Itu yang Roni katakan kepadaku saat kami makan siang sama-sama kemarin. Apa arti kalimat Roni itu sebenarnya? Apa dia mau bilang kalau aku pernah punya pengalaman buruk sebelum pacaran dengan Derry, makanya aku mencurigai Derry selingkuh dariku? Aku tidak mencurigai Derry. Aku hanya, hmm, punya feeling yang nggak enak dengan, siapa itu nama mantannya-Kara?

Namanya kok bagus sekali, sih. Menyebalkan.

Lagian, bukannya wajar ya, aku punya feeling nggak enak atas kehadiran Kara. Apalagi Derry dengan santainya melaporkan kepadaku dia makan siang dengan cewek itu. Bahkan, mengajaknya? Tuhan. Apa dia nggak berpikir itu bikin perasaanku sangat nggak nyaman?

Tapi, mungkin Roni ada benarnya. Setelah aku ingat-ingat, aku pernah pacaran dengan seorang cowok, yang jauh lebih good looking dari Derry. Tapi, good looking ternyata bukan jaminan. Justru karena ganteng, dia jadi sadar punya nilai lebih yang bisa dipakai buat menarik perhatian cewek. Bisa ditebak, kami putus karena dia berselingkuh.

Hampir sebulan aku tidak menghubungi Derry. Maksudku, aku tidak menghubunginya duluan. Derry yang menghubungiku. Itu pun jarang, karena katanya tugas kuliahnya banyak. Tapi, sikapnya yang begitu malah membuat kecurigaanku makin kuat. Jangan-jangan dia bukannya bikin tugas, tapi senang-senang ketemuan dengan-argh, aku benci harus menyebut namanya-Kara.

Aku sedang mengobrol dengan Roni di WhatsApp, saat ponselku berbunyi. Panggilan dari Derry. Sebenarnya dia sudah meneleponku beberapa kali, tapi tidak aku angkat. Malas.

“Sayang, lagi ngapain?” katanya.

“Nggak lagi ngapa-ngapain,” jawabku.

“Aku udah telepon dari tadi kok nggak diangkat?”

“Hm, nggak apa-apa.”

“Kamu kenapa, sih?”

“Kamu yang kenapa?”

“Lho? Kok aku?”

“Iya. Kamu sibuk banget belakangan. Ngapain aja?”

“Kan, aku udah bilang…”

“Tugas? Kenapa aku nggak yakin ya kamu ngerjain tugas?””

“Maksud kamu?” Dia diam sebentar, lalu melanjutkan. “Oh, aku tahu. Ini masalah Kara?”

Aku diam.

“Sayang,” katanya, “aku nggak ada apa-apa sama Kara. Kita cuma ketemu beberapa kali, itu aja. Maaf ya kalau kamu jadi nggak nyaman.”

“Aku udah pernah cerita belum, sih, ke kamu? Kalau aku pernah…”

“Diselingkuhin? Iya, kamu udah pernah cerita.”

Aku diam lagi.

“Dengar ya, Sayang. Masa lalu nggak harus berulang. Kita cuma perlu belajar, lalu berhati-hati supaya nggak melakukan kesalahan yang sama. Kamu pernah diselingkuhin oleh orang yang kamu sayang, bukan berarti aku juga bakal kayak begitu. Ketakutan kamu di masa lalu nggak harus bikin kamu paranoid dengan hubunganmu yang sekarang.”

“Tapi…”

“Kamu percaya sama aku, ya. Aku sayang sama kamu, dan aku akan berusaha untuk jaga terus kepercayaan kamu. Kalau kamu nggak nyaman, mulai besok aku nggak akan ketemu sama Kara lagi.”

“Eh, nggak begitu, maksudnya…”

“Lagian, kamu tahu nggak, sih, kalau Kara tuh udah nikah?”

“Ha?”

Derry cerita, Kara mantannya ternyata sudah menikah. Iya, dia baru masuk kuliah semester pertama dan menikah muda karena satu hal yang nggak perlu aku ceritakan.

Dipikir-pikir, paranoidku nggak beralasan. Derry selama ini selalu baik. Aku rasa kata-kata Derry benar. Kejadian di masa lalu, betapapun sudah bikin aku terluka, harusnya nggak bikin aku mencurigai masa sekarangku. Saat memutuskan untuk mencintai, aku juga harus mempercayai. ***

Viewing all articles
Browse latest Browse all 402