Beberapa saat sebelum menulis catatan ini, saya baru ingat bahwa pada tahun 2013 saya tidak membuat resolusi apapun. Biasanya, saya membuat resolusi. Di tahun 2011, misalnya, saya membuat resolusi ingin lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan, dan menerbitkan buku. Tahun 2012, saya ingin lebih rajin olahraga, mendapatkan perut sixpack, dan menyelesaikan beberapa rencana proyek menulis (dua yang pertama gagal). Tahun 2013, saya tidak membuat resolusi apapun. Saya tidak tahu mengapa saya tidak membuat resolusi apapun seperti biasanya. Mungkin saya lupa. Atau mungkin saya terlalu asyik dengan apa yang sedang saya lakukan sehingga tidak sempat menyusun resolusi.
Seperti sebuah catatan akhir tahun pada umumnya, saya ingin sedikit mengingat apa yang sudah saya alami dan saya kerjakan di sepanjang tahun ular air ini:
Februari 2013, saya menulis beberapa cerpen yang kemudian terkumpul dalam sebuah buku, Milana. Sebagian dari buku tersebut berisi cerpen-cerpen yang saya tulis tiga tahun sebelumnya. Proses hingga Milana terbit dan edar di pasaran cukup singkat. Revisi berjalan lancar dan bulan April buku itu terbit dan menjadi buku kumpulan cerpen pertama saya. Hingga saat ini, Milana sudah masuk cetakan ketiga.
Mei 2013, saya mulai menyunting novel Cinta. Manuskrip novel tersebut sudah saya serahkan ke penerbit sejak November 2012, waktu itu masih berjudul Love Is Right (saat Cinta. terbit, beberapa pembaca masih bertanya “Love Is Right ke mana?). Revisi Cinta. cukup membuat pusing karena banyak sekali yang harus diutak-atik dan diperbaiki. Tapi akhirnya semua berhasil terlewati dengan baik dan Cinta. terbit pada akhir Agustus 2013.
Juli 2013, saya terbang ke Makassar untuk pertama kalinya dalam rangka menghadiri Makassar International Writers Festival 2013. Saya sempat bicara pada dua sesi di sana, bersama M. Aan Mansyur dan Dewi Lestari. Di sana juga untuk pertama kalinya saya bertemu dengan dua orang penyair yang saya idolakan: Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo. Saya bahkan tidur satu kamar dengan Joko Pinurbo (saya histeris waktu menerima surat-e dari panitia acara yang mengatakan bahwa saya akan satu kamar dengan Jokpin). Saya juga sempat mengobrol dengan beberapa orang penulis dan mendapatkan banyak ilmu lewat sesi-sesi diskusi pada acara tersebut. Betul-betul pengalaman yang tidak terlupakan.
Agustus 2013, saya pulang ke kota kelahiran, Pontianak. Saya membuat proyek Kopdar Fiksi, sebuah kelas menulis fiksi gratis yang saya rancang untuk memunculkan penulis-penulis muda di Pontianak. Di kemudian hari, Kopdar Fiksi tidak hanya diselenggarakan di Pontianak. Yogyakarta, Surabaya, Bali, Makassar, sempat menjadi kota-kota yang saya sambangi untuk berbagi perihal menulis fiksi dengan membawa nama Kopdar Fiksi.Di Yogyakarta, Kopdar Fiksi sudah berjalan satu angkatan.
Oktober 2013, saya pergi ke Bali untuk berpartisipasi dalam Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2013. Saya bersama 15 penulis lain, yang kebanyakan masih muda, menjadi penulis terpilih yang diundang ke UWRF lewat jalur seleksi karya. Waktu itu saya mengirim cerpen (tadinya mau mengirim buku puisi, tapi saya baru ingat usia Angsa-Angsa Ketapang sudah terlalu tua untuk saya ikutsertakan). Di sana saya sempat bicara di sebuah sesi, berdampingan dengan penulis dari Amerika, Glen Duncan, dan Ilham Q. Moehiddin.
Tak ada hal lain lagi sepertinya yang bisa saya ingat pada bulan November dan Desember 2013, selain bahwa saya menghabiskan sebagian tabungan saya untuk membeli buku. Saya akan mengagetkan diri saya sendiri kalau menyebutkan nominalnya. Menyadari bahwa tumpukan buku di kamar semakin banyak, maka di tiga bulan terakhir tahun 2013 saya habiskan untuk membaca buku tersebut satu per satu. Menurut catatan di Goodreads, tahun ini saya membaca 125 buku. Di awal tahun, saya menargetkan setidaknya membaca 50 buku tahun ini. Saya senang karena akhirnya saya merasa mendapatkan kembali momentum dan ritme membaca saya. Belakangan saya sedang fokus membaca buku-buku luar negeri dan hanya sesekali membaca buku dari penulis Indonesia.
Sebetulnya ada dua hal lagi yang saya dapatkan di penghujung tahun 2013. Dua hal ini adalah cahaya baru, jalan baru yang akan mulai saya lakoni dan tempuh di tahun mendatang. Dua hal ini menjadi semacam pembuka babak baru dalam hidup saya. Seperti sebuah buku bagus yang memiliki paragraf pembuka yang menarik, saya optimistis dengan babak baru ini karena mereka juga memiliki opening yang membuat saya penasaran untuk mengikuti paragraf-paragraf berikutnya. Dua hal ini masih akan saya rahasiakan hingga tahun depan.
Seperti telah dengan tidak sengaja saya lakukan di 2013, pada tahun 2014 saya tidak akan membuat resolusi. Saya juga tidak akan banyak bercerita tentang apa saja yang akan saya kerjakan atau proyek menulis yang akan saya garap. Saya hanya bisa berkata bahwa tahun depan saya akan melakoni dunia yang baru. Apakah dunia baru ini akan menyenangkan atau tidak? Saya sendiri baru bisa menjawabnya setelah menjalaninya nanti. Meskipun demikian, setidaknya ada dua hal yang masih akan saya lakukan di tahun depan: membaca dan menulis.
Mengingat bahwa saya tidak membuat resolusi apapun untuk tahun 2013 dan ternyata saya mengerjakan dan mendapatkan banyak hal, membuat saya berpikir bahwa sepertinya membuat resolusi bukanlah hal yang betul-betul berguna. Tentu saja kita perlu untuk berencana, namun yang paling penting adalah mengerjakan. Sebesar apapun rencana, kalau tidak dikerjakan sama saja seperti katak dalam tempurung (maaf, perbendaharaan peribahasa saya buruk sekali)
Jika ada satu kalimat yang akan saya katakan kepada diri saya sendiri di akhir tahun 2013 ini untuk menyambut datangnya tahun 2014 maka kalimat itu adalah: Stop planning, Bara, and start doing.
***