Quantcast
Channel: Bernard Batubara
Viewing all articles
Browse latest Browse all 402

A Wild Sheep Chase, Haruki Murakami

$
0
0





Dua hal yang selalu saya temukan saat membaca cerita yang ditulis oleh Haruki Murakami: simplisitas dan absurditas. Cerita-cerita Murakami hampir selalu dibangun di atas hal-hal sederhana, setidaknya sederhana dalam ukuran saya sebagai pembaca. Hal-hal itu seperti misalnya angin musim panas, seekor kucing, selembar foto, kaleng minuman kosong, dan lain-lain. Sesuatu yang sehari-harinya kita lihat dan temukan, namun kita tidak sempat membayangkan sebuah cerita bisa lahir dari sana sebagaimana Murakami menulis cerita dari hal-hal tersebut.

Bagaimana dengan absurditas? Dalam hal ini absurditas yang saya maksud adalah lagi-lagi absurditas menurut ukuran dan pemahaman saya sendiri. Pada dialog dan narasi di setiap cerita Murakami, saya melihat absurditas itu. Bagaimana setiap karakter di fiksi Murakami memiliki pemahaman yang sepertinya tidak lazim dan jalan pikiran yang rada aneh. Agak sulit memang menjelaskan dan memberi contoh absurditas ini, namun kalau kau membaca cerita-cerita Murakami, niscaya kau akan dengan mudah menemukannya.

Dua hal itu, simplisitas dan absurditas, saya temukan kembali ketika membaca A Wild Sheep Chase. Sebuah novel yang bisa saya sebut sebagai novel semi detektif. Jangan membayangkan cerita seperti Sherlock Holmes. Ini adalah cerita detektif a la Haruki Murakami. Saya cukup senang ketika mengetahui Murakami membawa unsur misteri dan detektif dalam novelnya karena sejauh ini saya belum pernah membaca cerita Murakami yang demikian (unsur misteri sangat terasa di After Dark, tetapi tidak ada unsur detektifnya).

Seperti kebanyakan cerita-cerita yang ditulis Murakami, A Wild Sheep Chase adalah sebuah cerita yang ringan. Setidaknya, saya menganggapnya ringan. Kesan detektif sebetulnya sudah ditunjukkan oleh judul novel, yang kalau saya terjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia menjadi: Pengejaran Domba Liar (jadi seperti subtitle berita kriminal di televisi ya). Kisahnya, persis seperti judulnya, tentang pengejaran seekor domba. Domba seperti apa yang dikejar? Mengapa domba itu dikejar? Apa pentingnya si domba sehingga kisah pengejarannya dituliskan dalam sebuah novel setebal 299 halaman? Hanya Murakami dan semesta di kepalanya lah yang tahu.

Itulah salah satu contoh absurditas yang saya maksud. Saya tidak pernah membayangkan seekor domba bisa menjadi sebuah misteri yang ditangani sangat serius dan membuat seorang penulis mengarang kisahnya menjadi sebuah novel dan memberinya judul yang terdengar serius pula: pengejaran domba liar, eh maksud saya A Wild Sheep Chase. Kalau kambing, saya lebih bisa terima. Karena saya tahu kambing adalah simbol setan dan sering muncul dalam topik-topik seputar ilmu hitam dan semacamnya. Karenanya lebih wajar jika kambing dibahas secara sangat serius. Tapi domba? Di kepala saya, domba adalah binatang yang harmless, lugu, pendiam, cuek, dan tidak berminat cari gara-gara.

Berkali-kali saya geleng-geleng kepala sambil cengar-cengir saat membaca bagian di mana si tokoh utama terlibat percakapan tentang domba dengan seorang tangan kanan bos besar perusahaan dan jaringan periklanan Jepang. Bagaimana seekor domba tidak hanya menjadi masalah bagi seseorang, tetapi juga menjadi masalah bagi sebuah bangsa dan negara. Ya, seserius itulah pembahasan domba oleh Murakami dalam A Wild Sheep Chase. Bagaimana Murakami mengolah seekor domba menjadi sesuatu yang serius dan harus ditanggapi dengan serius?

Out of the blue, si tokoh utama yang bekerja di sebuah perusahaan periklanan yang ia bangun sendiri bersama rekan sekaligus sahabatnya, diminta oleh seseorang yang asing untuk mencari seekor domba aneh dalam sebuah foto yang dipakai si tokoh utama untuk iklan pada buletin salah satu klien kantornya. Foto tersebut berlatarkan alam dan terdapat 32 ekor domba di sana. Salah satu dari 32 ekor domba itu adalah domba yang aneh karena memiliki semacam tanda berbentuk bintang di punggungnya.

Si tokoh utama, seperti juga saya sebagai pembaca, tentu saja heran dan bertanya-tanya, apa pentingnya seekor domba? Oke, domba itu memiliki motif yang berbeda dengan domba-domba lain dan memiliki tanda bintang di punggungnya, lalu kenapa? Mengapa si tokoh utama harus, bahkan diharuskan, mencari dan menemukan domba itu? Si orang asing tangan kanan “Boss” pun menjelaskan tentang sejarah domba dan Jepang kepada si tokoh utama, yang membuatnya, juga saya sebagai pembaca, ternganga-nganga sebab ternyata domba adalah sesuatu yang sangat serius dan memiliki sejarah istimewa terkait Jepang. Saya tidak tahu apakah Murakami mengarang ini atau memang ada cerita demikian. Terus terang saya tertarik untuk mencari tahu.

Mendapat ancaman dari orang asing tangan kanan “Boss”, si tokoh utama pun mau tidak mau melakukan perintah tersebut: menemukan domba aneh dalam foto. Masalah berikutnya muncul: bagaimana menemukan seekor domba di antara domba-domba lain di sepenjuru Jepang? Ada berapa ekor total domba yang ada di Jepang? Ini ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Bedanya adalah, tumpukan jerami tersebut adalah tumpukan jerami kering dan sebatang jarum itu adalah sehelai jerami basah. Jerami di antara jerami. Domba di antara domba. Hal yang nyaris mustahil dan percobaan pencarian yang konyol, pikir si tokoh utama. Tetapi dia harus melakukannya.

Ditemani pacarnya, seorang gadis yang membuat si tokoh utama jatuh cinta pada pandangan pertama pada telinganya (ini contoh absurditas lain), si tokoh utama pun memulai pencarian domba aneh. Mencoba mencari dan mengumpulkan petunjuk demi petunjuk, si tokoh utama memulai kekonyolannya sendiri. Bahkan saat ia telah dalam pencarian, ia masih berpikir jangan-jangan semua cerita tentang domba itu adalah karangan si orang asing belaka dan ia sedang dibodoh-bodohi. Persis seperti apa yang saya pikirkan.

Tetapi, okelah akan kulakukan saja pekerjaan bodoh ini, pikir si tokoh utama yang karakternya seperti kebanyakan karakter tokoh lelaki dalam fiksi Murakami: manutan, cuek, dan seperti daun kering di atas aliran arus sungai, ngikut aja seolah tak punya tujuan hidup. Apa yang terjadi kemudian? Keanehan demi keanehan mulai muncul. Domba aneh yang dicari ternyata memang bukan domba biasa. Domba apakah itu? Misteri inilah yang dibangun dan dijadikan cerita semi detektif oleh Murakami.

Banyak dialog absurd, aneh, namun witty dan lucu khas Murakami di A Wild Sheep Chase. Seperti pada sebuah bagian dimana terjadi percakapan di dalam mobil antara sopir si “Boss”,  si tokoh utama, dan pacar si tokoh utama tentang kaitan antara mobil dan Tuhan.

Setelah selesai membaca A Wild Sheep Chase, saya baru tahu ternyata A Wild Sheep Chase adalah bagian dari serial Trilogy of the Rat. Didahului oleh Hear the Wind Sings (sudah ada versi Indonesia terbitan KPG dengan judul Dengarlah Nyanyian Angin, buku yang saya beri skor sempurna di Goodreads) dan Pinball, 1973. Pantas saja ketika membaca A Wild Sheep Chase, saya menemukan tokoh-tokoh dan tempat-tempat yang sepertinya pernah muncul di Dengarlah Nyanyian Angin, seperti J’s Bar.

Pendek kata, bagi para penggemar Murakami, A Wild Sheep Chase adalah novel yang wajib dikoleksi dan dibaca. Tentu saja dalam rangka menikmati simplisitas dan absurditasnya.

***

Viewing all articles
Browse latest Browse all 402