Skenario Film Jadi Novel
Untuk Seorang Perempuan yang Memintaku Menjadi Hujan
Tiga Buku 2017
Tiga buku saya yang terbit tahun 2017. Dua kumpulan tulisan pendek bertema cinta dan satu novel adaptasi dari film layar lebar. Ketiganya masih tersedia dan bisa dibeli di toko-toko buku konvensional maupun online.
Luka Dalam Bara belum lama ini meraih penghargaan Anugerah Pembaca Indonesia 2017 yang diselenggarakan oleh Goodreads Indonesia, kategori Sampul Buku Fiksi Terfavorit (Ilustrator: Alvin Resqy), sedangkan Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran dan Untuk Seorang Perempuan yang Memintaku Menjadi Hujan baru saja rilis.
Tahun depan ada buku baru? Belum tahu. Kita nikmati dulu sisa-sisa tahun ini sembari membayangkan yang seru-seru untuk tahun 2018.
Buku Baru: "Batu Manikam" (Shira Media, 2020)
“Batu Manikam menggorok lehernya untuk membebaskan tiga ekor burung yang telah hidup di situ sejak dia berupa janin.”
***
Ini merupakan novela pertama yang ditulis oleh Bernard Batubara.
Batu Manikam dengan tiga burung yang hidup dalam lehernya, bahkan sejak masih berupa janin. Plot Batu Manikam menembus batasan ruang dan waktu. Dikisahkan secara mendebarkan. Saintifik dan futuristik.
Setelah bertahun-tahun bergelut dengan kisah roman, kini dirinya beralih ke genre lain; thriller.
Jikalau dahulu prosa Bara dipenuhi bunga-bunga dan roman yang menyentuh hati, dunia fiksi ciptaan Bara kini tiba-tiba menjadi penuh darah, perjalanan waktu, dan hewan-hewan yang berbicara.
Sudah bisa dipesan di Shiramedia.com
Boredom
Boredom
A column by Bernard Batubara
Boredom comes.
Whatever you do, it comes. Sooner, or later. It comes at the point of comfortness. Have you felt comforted in your life? If you had, and you didn’t get boredom stood at the door of your thoughts, then you’re not a person who loves to be pushed back by a challenge.
But if you did see boredom stood in front of the door of your thought, you are a person who deserves the best thing in the universe.
Boredom is a sign of the boiling point of repetitive life. When you’ve repeated, I bet without any knowledge of your action, a certain activity, you’ll see boredom, walking to the porch of your consciousness.
When was the last time you did something for the first time?
The human brain learns. It can never accept repetition. The acceptance is boredom. That’s how a brain accepts the mundane of repetitive life. Life isn’t a repetition of activities, and should never be one. Life is the result of repetitions, the big bangs, but it isn’t in itself a repetition. I repeat, never in itself, life is a repetition.
Repetition comes as an occupation. You work every day. You repeat the same routine. You might love it, the first time you did it. But if you truly are a challenger, you won’t enjoy it twice.
A challenger never stops at the line of repeated routines.
A challenger begins again.
A challenger begins a new routine. And when the routine invites the footsteps of boredom, it swiftly reforms itself.
It will reform itself into a new routine and that’s the repetition in the life of a challenger.
The repetition of the ever-changing routine.
Are you a challenger?
I wish everybody is a challenger. The world will always be a perfect place to live if they are challengers. We’ll always have new technologies. There’ll always be new novels to read, the ones that new, not just the repetition of old ones because that’ll be the bell of the boredom. That’ll be the doom of life.
We don’t want it.
The evasion of this doom is an exceptionally nothing but a perfectly easy task. You do new things, voila, the doom is nowhere to be seen.
New things. That’s all.
When was the last time you did new things? If the answer comes to you easily, and the answer is just now, I’m here to congratulate your life. But if you need some time to reflects on your past months, finding none new, I suggest you hurry up, gear up, to do a thing new. Boredom is walking to the doorstep of your thought. And believe me, you’ll find a difficult time liking boredom.
Boredom speaks snail language. Extremely slow.
Not a modern person’s thing.
Human life has come to a point that it produces boredom. The repetitions of routines to produce whatsoever necessary through the commands of the owner of corporations has become the invitations of boredom, and this will not be a short term repetition. This will last forever.
We are the product of the revolutions, including one that we keep in mind as the industrial one.
Since then, boredom has been a regular invitee.
Worry not, another entity makes us what we are today, and we can rely on it because it helps us save our time, us as a modern person, that is impossible to waste even a bit second, to meet boredom at the door of our thought. That entity is money.
Let money be the helper to the problem of boredom.
Boredom isn’t just an invitee, it’s an officer, it asks us whether or not we paid our bills. In this very case, money is a perfect host in our humble home of thought.
Another perfect thing for us modern person who is inviter of boredom, is, unsurprisingly, to do a new thing and get money. That is the perfect thing because there are cases when perfection is nowhere to be found. Some of us are doing things that excruciatingly repetitive, that even though we got money, we still a doom maker.
Alas, there’s no new thing under the sun. But there’s a new way of doing no new thing. There’s also a new way of seeing and we call this perspective.
Perspective is the savior of mankind.
Perspective saves us from the doom.
Life isn’t a thing but a perspective. Through life we get perspective and through perspective, we live. It’s a cycle, and inside it, we breathe our sigh. A sigh that speaks the nonexistent of a challenge.
From this perspective, it’s now clear, that the very thing that has the responsibility to provide challenges for us, is ourselves. We mustn't allow us to subject this duty to another person but ourselves. It’s the ethic.
Let us ask ourselves, then, when was the last time we did something new? When did the last time we do what we wish to be done, using a new way of seeing?
Let us further advance the question, then.
When was the last time we challenge our perspective?
Boredom is an officer, not a guest. Its employer is our cognitive stage. The more we sharp our mind the stronger boredom will become.
Contemplating is the sole method to sail our life to the horizon of invincible happiness.
But in this modernity of life, is there a time to contemplate?
I’m sure there is.
The other word for contemplation is a review. There’s much time, enough to review our life.
Cover Reveal! "Banse Firius"
My new novel is soon to be published by Shira Media.
Cover design by Felisitas Dara (Instagram: @felsdar)
Thriller.
Tidak ada pilihan yang logis selain menulis novel thriller bagi saya.
Kehidupan saya setelah menikah dengan @felsdar merupakan kehidupan yang melaju kencang. Kami berdiskusi untuk meninggalkan nilai-nilai lama yang dipaksakan ke kami. Nilai-nilai lama itu mengekang saya, kehidupan pribadi saya, sebelum menikah dengan @felsdar.
Setelah nilai-nilai lama itu rontok dari kepala saya, thriller menjadi satu-satunya genre yang logis bagi kepala saya. Genre ini memungkinkan saya bercerita dengan niatan yang menggambarkan secara akurat, nilai-nilai lama yang telah rontok dari kepala saya. Nilai-nilai lama yang menyiksa BANSE FIRIUS.
Saya dan @shiramedia menawarkan sebuah bacaan yang pasti membuatmu melupakan persoalan hidup. Meskipun hanya berlaku sesaat, melupakan persoalan hidup dengan membaca BANSE FIRIUS akan mengembalikanmu ke kehidupan dengan keadaan kamu telah berubah menjadi manusia dengan pemikiran baru.
BANSE FIRIUS merupakan novela kedua di #SerialSINDIKATSATU.
Ilustrasi sampul oleh @felsdar. Saya sangat menyukai penerjemahan @felsdar atas Sigak. Sigak telah muncul di novela pertama #SerialSINDIKATSATU yaitu BATU MANIKAM. Pada ilustrasi sampul BANSE FIRIUS, @felsdar juga memberi @pembacabara visualisasi Banse Firius berdasarkan bayangannya setelah membaca draf pertama novela #BanseFirius. @pembacabara dapat melihat visualisasi Banse Firius di kuping jaket buku novela BANSE FIRIUS dan di bagian dalam novela terbaru saya ini. @felsdar menggambar ilustrasi isi untuk buku saya yang ke-18, BANSE FIRIUS. Saya juga menyukai visualisasi cerita BANSE FIRIUS yang diciptakan @felsdar. Saya yakin, @pembacabara tidak sabar melihat visualisasi BANSE FIRIUS di bagian dalam bukunya, yang dibuat @felsdar.
Nantikan prapemesanan novela kedua saya di #SerialSINDIKATSATU.
#BanseFirius
Follow me: @benzbara_
Metafora Padma
Desain cover oleh Eka Kurniawan. Buku kesembilan saya, kumpulan cerita Metafora Padma, terbit 15 Agustus 2016.
Metafora Padma: Ilustrasi
Dua Buku, Sampul Baru
Kabar gembira dari penerbit.
Peluncuran "Metafora Padma"
Metafora Padma akan tersebar merata di toko-toko buku pada tanggal 15 Agustus 2016.
Beli Metafora Padma
Buku terbaru saya, Metafora Padma, sudah terbit sejak 15 Agustus 2016. Saat ini sudah tersebar ke toko-toko buku di 25 kota di Indonesia: Gramedia, Toga Mas, Jendela, dan toko-toko buku lain.
Bagi yang ingin memiliki buku ini, selain dengan mendatangi toko-toko buku tersebut, juga bisa membelinya di toko-toko buku daring. Kelebihan membeli buku di toko buku daring adalah, kamu tidak perlu repot-repot pergi ke toko buku, buku langsung diantar ke alamat, dan biasanya diberi harga diskon. Tentu saja ada ongkos kirim yang mesti ditanggung pembeli.
Berikut adalah daftar toko buku daring yang menyediakan Metafora Padma.
- Twitter: @kedaiboekoe (085891444731), @katalisbooks (085793042909), @hematbuku20 (087781853710)
- Instagram: @demabuku (085881449998), @warnabuku (087882023533), @yukbelibukuori (087853358866), @goarbuku (081288456447), @buku_plus (089628519266)
- Web: www,bukabuku.com, www.bukubukularis,com
Hingga hari ini, Metafora Padma sudah tersebar hampir merata di seluruh Indonesia, kecuali beberapa kota di Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur. Jika ada yang memiliki informasi di kotanya, mohon beri tahu saya, agar pembaca lain dapat terbantu dan bisa menemukan Metafora Padma.
Terima kasih.
Tidak Benar-Benar Sendirian (Etgar Keret)
Metafora Padma, The Jakarta Post (14/11)
The short stories [in Metafora Padma] are fictional, but are inspired by true events, such as the deadly ethnic conflict between the Dayak and Madurese people in 1996 in Anjongan village in Pontianak, West Kalimantan; his place of birth.
The title, Metafora Padma, is taken from one of the 14 short stories. It's about a rendezvous between a woman named Padma, who witnesses 1996 bloody conflict, and a man, who later realizes that the woman he talks to is a ghost.
For Bernard, writing about a ghost was not without reason.
'When I was little, I lived in a village where mystical things and supernatural beings existed,' he said."
Metafora Padma: A journey back in time, The Jakarta Post (14/11).
Buku Baru! Elegi Rinaldo
Buku saya ke-10. Novel keempat. "Elegi Rinaldo" terbit bulan depan (Desember 2016), Falcon Publishing. Elegi Rinaldo sudah bisa dipesan pracetak (pre-order) di toko buku daring berikut:
Wawancara Eksklusif: Bintang.com
"Dulu aku menulis untuk sarana eskapisme, untuk lari dari kenyataan. Aku membentuk duniaku sendiri dari apa-apa yang aku suka. Tapi semakin ke sini motivasiku berubah-ubah setiap waktu. Sekarang ini tanpa aku sadari aku menuliskan hal-hal yang dulu aku hindari, seperti tema yang berkaitan dengan konflik keluarga. Aku sempat merasa agak berjarak dengan keluargaku, tetapi aku menebusnya dengan menulis. Aku menggunakan nama ibu dan adikku serta memasukkan tokoh-tokoh yang mirip ayahku di cerita-ceritaku. Bagiku itu cara untuk menebus jarak yang ada dengan mereka. Sekarang aku menulis untuk menyembuhkan diriku sendiri."
Baca wawancara ekslusif Bara dengan redaksi Bintang.com di sini.
Luka Dalam Bara
+ Kenapa orang-orang patah hati malah meresapi kesedihannya dan tidak membuangnya jauh-jauh?
- Mungkin, itu cara mereka meyakinkan diri sendiri bahwa cinta yang mereka miliki selama ini adalah sesuatu yang nyata. Kita tidak akan merasa benar-benar sedih kalau tidak benar-benar cinta, kan? Sayangnya, menutup luka tidak akan membuatnya segera sembuh. Menyangkal bahwa kamu sedang terluka tidak akan membuat luka itu hilang.
("Dialog-dialog yang Tidak Pernah Terjadi")
-
Menulis, adalah cara saya mengakui bahwa saya terluka. Bahwa saya gagal dalam sesuatu. Bahwa saya tidak berhasil mewujudkan kebahagiaan yang saya rencanakan.
Saya tidak tahu apakah akan segera sembuh dengan menuliskan luka-luka saya. Kalian tahu, tidak seperti luka karena terjatuh di jalan atau tersayat pisau, luka karena cinta bukanlah luka luar, yang darah dan sobekannya terlihat jelas. Luka karena cinta dan rindu yang gagal adalah luka dalam. Meski tidak terlihat, luka tersebut ada. Ada, nyata, dan terasa.
Saya tidak tahu apakah kisah-kisah dalam buku ini akan menyembuhkan saya. Namun, jika ingin jatuh cinta lagi, jika saya ingin sembuh dari luka lama, jika saya ingin merancang kebahagiana baru, saya tahu saya harus memulai sesuatu.
Dari buku ini, catatan-catatan personal ini, serta dengan bantuanmu yang mungkin juga sedang patah hati, saya mencoba menyembuhkan diri sendiri. Mungkin, jika kamu membaca buku ini, kamu dapat menyembuhkan dirimu juga.
Mari patah hati bersama. Mari sembuh, dan jatuh cinta lagi, bersama.
Buku terbaruku, LUKA DALAM BARA, terbit eksklusif dalam edisi cetak hardcover di Noura Books, Februari 2017.
Bernard Batubara: On Stories, Love, and Heartbreaks (Interview)
Novel Baru: MOBIL BEKAS
Saya senang dapat berkolaborasi dengan seorang kreator yang punya semesta pikiran menarik. Tahun ini saya berkesempatan membuat cerita dari film layar lebar Ismail Basbeth, sutradara Indonesia yang membuat film Mencari Hilal dan Talak Tiga.
Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran adalah film layar lebar terbaru dari Ismail Basbeth dan rumah produksi Bosan Berisik Lab. Saya menulis novel untuk film tersebut. Saat ini draf pertama sudah selesai ditulis dan sedang dalam masa penyuntingan. Doakan lancar.
Jika tidak ada hambatan yang berarti, novel terbaru saya MOBIL BEKAS dan Kisah-Kisah dalam Putaran akan terbit melalui Bentang Pustaka akhir tahun 2017.
Selamat Datang
Bisikan Busuk adalah blog pribadi Bernard Batubara (Bara): penulis penuh-waktu, yang lahir pada Juli 1989 di Pontianak, Kalimantan Barat; kini tinggal di Yogyakarta. Bara belajar menulis puisi, cerita pendek, dan novel sejak 2007. Buku-bukunya yang telah terbit: Angsa-Angsa Ketapang (2010), Radio Galau FM (2011), Kata Hati (2012), Milana (2013), Cinta. (2013), Surat untuk Ruth (2013), Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri (2014), Jika Aku Milikmu (2015), Metafora Padma (2016), dan Elegi Rinaldo (2016). Radio Galau FM dan Kata Hati telah diadaptasi ke layar lebar. Buku terbarunya terbit Maret 2017, Luka Dalam Bara.
MOBIL BEKAS
Buku Nonfiksi Pertama, "Tentang Menulis" (2019)
Pre-order "Banse Firius"
Article 2
The meaning of a word evolves. And this is what we call Philosophy. Thus, saying a word, or words, or... tweeting words, involves Philosophy.
Also, not to forget, the diction shows your mental condition. And by mental, of course, it also means your emotion.
To recall mental, re-read Sigmund Freud, and to recall emotion, Robert Plutchik, also Abraham Maslow as a variation to deepens your memory on Robert Plutchik.
Nowadays relevant read related:
1. Portraits of the Self by Constantine Sedikides and Aiden Gregg
2. Anticipated nostalgia: Looking forward to looking back by Wing-Yee Cheung, Erica G. Hepper, Chelsea A. Reid, Jeffrey D. Green, Tim Wildschut & Constantine Sedikides
Saying a word impacts brain.